Buku ini tentang dialog-dialog yang dibuat Erasmus untuk mengajar. Ia seperti Socrates di abad pertengahan. Isinya kebanyakan tentang etika dan sindiran buat gereja dan orang-orang saleh zaman itu. Karena di buat dalam percakapan, jadi mengalir asyik, tidak terlalu menggurui.
Semenjak terbitnya Gema Tanah Air tahun 1948 dengan tambahannya kemudian hingga tahun 55-an, kesusasteraan Indonesia seolah-olah terhenti pada tahun-tahun tersebut bagi para penulis buku pelajaran sekolah dan panitia ujian yang menyusun soal-soal ujian tiap tahun, karena guru-guru hanya mendasarkan pengajarannya atas hasil-hasil pengarang-pengarang yang ditampilkan dalam bungarampai tersebut, j…
Dalam buku ini, penulis membicarakan Angkatan 45 dan kepeloporan Chairil Anwar secara khusus. Dibahas juga karya-karya Rivai Apin, Idrus, Pramoedya Ananta Toer, Utuy T. Sontani, S. Rukiah, Waluyati, Achdiat K. Mihardja, Mochtar Lubis, dan M. Balfas.
Buku ini dianjurkan bagi pembaca yang ingin mengetahui dan mempelajari karya pengarang-pengarang Indonesia yang giat pada tahun 50-an. Buku ini juga bicara soal karya-karya Muhammad Ali, Ajip Rosidi, Toto Sudarto Bachtiar, Alex Leo, A. A. Navis, Nh. Dini, Toha Mohtar, Trisnoyuwono, dan Riyono Pratikto. Dalam buku ini, penulis membantah bahwa tak ada krisis dalam kesusasteraan Indonesia Modern.
Ruang kebudayaan dalam surat kabar dan majalah ternyata sudah ada di Indonesia pada awal abad ke-20, bersamaan dengan tumbuhnya kesusasteraan Indonesia modern. Demikian dinyatakan Penulis. Buku ini juga membahas peranan majalan Kisah dan Sastra yang pernah mewarnai kesusasteraan Indonesia, serta dibicarakan pula karya Nugroho Notosusanto, Kirjomulyo, Bokor Husasuhut, Soewardi Idris, Titie Said,…