Bayang-bayang Ratu Adil adalah laporan, features,dan esai jurnalistik tentang kehidupan dan kebudayan orang jawa, lebih-lebih mereka yang sederhana hidupnya. Dalam kisah-kisah ini tampaknya betapa besar harapan mereka (wong cilik) akan datangnya zaman bahagia, yang akan membebaskan mereka dari penderitaan.
Semar itu bukan lelaki bukan wanita namun seperti lelaki seperti wanita Tersimpan dalam buah dadanya susu penderitaan para wanita Tak pernah Semar memikat wanita dengan senyum, karena dalam dirinya penderitaan wanita terkandung. Sekarang Semar suka mesem, Karena ia adalah Semar mendem.
Di jalanan ini, anak-anak miskin berjaja diri, kami bukan Semar mendem, bagi kami Semar mendem hanyalah jajan. Dulu Semar mendem ini kami buat sendiri, sekarang dari orang kaya jajan ini harus kami beli, kami hanyalah penjaja jajan Semar mendem, orang-orang kaya itulah Samar mendemnya. Selama ini Semar adalah hamba yang merunduk tunduk bersujud, namun sebenarnya in adalah manusia yang menahan k…
Anak Bajang Menggiring Angin adalah sebuah novel fantasi pewayangan berbahasa Indonesia karya Sindhunata (atau "Rama Sindhu") yang diterbitkan tahun 1983 oleh Gramedia Jakarta. Novel ini merupakan novelisasi dari serial "Ramayana" yang dimuat di harian KOMPAS setiap hari Minggu pada tahun 1981. Dengan beberapa perbaikan dan tambahan oleh Sindhunata, serial tersebut diterbitkan dalam bentuk buku…
Kita datang ke dunia ini sebagai saudara, tapi mengapa kita mesti diikat pada daging dan darah, yang ternyata hanya memisahkan kita? Itulah tragika anak manusia yang digeluti oleh novel Putri Cina ini. Novel ini melukiskan, bagaimana anak manusia itu ingin mencintai bumi tempat ia berpijak. Tapi ternyata bumi tersebut tak mau menjadi tanah airnya yang aman, damai dan tentram. Ia yakin, dengan d…
Awalnya, hanyalah mengenai lukisan celeng, tapi kemudian buku ini bercerita tentang politik, metal, tingkah laku, kemunafikan, kekejaman, kejahatan, dendam, nafsu, naluri, dan nasib manusia yang laksana celeng. Buku ini bagaikan mengulang kata-kata filsuf Friedrich Nietzche; binatang buas itu belum mati, dalam peradaban modern ini binatang buas itu masih hidup, makin hidup, malahan ia dilahirkan.