78 tulisan Y.B. Mangunwijaya yang bernuansa kemanusiaan dan sebagian isinya merupakaan kritisisme atas sejarah pembangunan di Indonesia. Sebagian isinya pernah diterbitkan dalam buku Puntung-Puntung Roro Mendut oleh PT Gramedia tahun 1978. Pengantar oleh Mohamad Sobary
“Sudah saya menulis apa yang ingin saya tulis. Sudah saya punya apa yang ingin saya punya.” — Pramoedya Ananta Toer Itulah ucapan Pramoedya pada Februari 2006, dua bulan sebelum ia meninggal dunia, kepada penulis buku ini, Prof. Koh Young Hun. Ungkapan yang sederhana itu menunjukkan falsafah dan sikap Pramoedya yang dipegangnya. Dia tidak tamak akan harta dan sastra. Sikap Pramoedya in…
Esai/kritik sastra ini pertama kali diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan Jakarta 1982, baru 6 tahun kemudian oleh Penerbit Kanisius tahun 1988. Seperti yang dijelaskan oleh penulis, buku ini pernah dihidangkan selaku ceramah di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada bulan Oktober 1980. Isinya menarik, memulai dengan pernyataan "Pada awal mula, segala sastra adalah religius", dan mengulas sastr…
Rumah Bambu adalah kumpulan cerpen Romo Mangun yang pertama dan terakhir kali diterbitkan. Sebagian besar cerpen-cerpen itu ditemukan di rumah penulis, di Kuwera, Yogyakarta, dalam keadaan penuh koreksi dan sulit dibaca. Dari duapuluh cerpen yang ada dalam buku ini, hanya tiga yang pernah dipublikasikan. Hampir semua tema cerita dalam buku ini adalah peristiwa-peristiwa yang kelihatan sederh…
Buku ini memuat delapan cerita yang ditulis oleh empat penulis: F. Wingger (Dari Boedak Sampae Djadi Radja), Tio Ie Soei (Pieter Elberveld), F.D.J Pangemanann (Tjerita Rossiana dan Tjerita Si Tjonat), G. Francis (Tjerita Njai Dasimah), dan H. Kommer (Tjerita Kong Hong Nio dan Tjerita Nji Paina). Kesemua cerita ini ditulis dalam bentuk bahasa Melayu-pasar, yang oleh manusia-manusia Orde Baru …
Perjalanan seorang anak revolusi yang pulang kampung karena ayahandanya jatuh sakit. Dari seputaran perjalanan itu, terungkap beberapa potong puing gejolak hati yang teka pernah teranggap dalam gebyar-gebyar revolusi. Dikisahkan bagaimana keperwiraan seseorang dalam revolusi pada akhirnya melunak ketika dihadapkan pada kenyataan sehari-hari: ia menemukan ayahnya yang seorang guru yang penuh …
Novel ini merupakan hasil "reportase" singkat Pramoedya di wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin, kerdil, tidak berdaya, lumpuh daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup tak…