Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pendukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua…
Buku ini memuat sajak-sajak pilihan Sitor Situmorang selama rentang waktu 1948-1993. Sajak-sajak dipilih oleh Riris K. Toha Sarumpaet.
Novel Indonesia pertama bukanlah Azab dan Sengsara, tetapi Tjhit Liap Seng (Bintang Tujuh). Bukan terbit awal 1920-an tetapi 35 tahun sebelumnya. Bukan buah pena Merari Siregar, seorang Batak, melainkan seorang Tionghoa dari Bogor, Lie Kim Hok. Malah karangan Lie Kim Hok itu didahului oleh aktivitas penulis peranakan lain yang sejak tahun 1850-an dengan munculnya dunia pers dan penerbitan, atau…
Pernah diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan pada tahun 1982 dengan judul yang sama. Tetapi edisi ini ditambahkan 4 cerpen Iwan Simatupang yang terlambat datang dari Belanda: "Darah Tinggi", "Penumpang", "Besok Dia Bangkit Kembali", dan "Senyum Jembatan" yang semuanya dimuat di Star Weekly.
Buku kumpulan puisi ini telah memberi tanda penting atas tafsir pada realitas, dengan cara yang sangat berbeda, dan tentu saja memperkaya penikmatan kita. Sajak-sajak Mudji Sutrisno mengangkat berbagai hal yang kita akan merasa berada di dalamnya, tetapi penyair memberi ruang khusus untuk sebuah tafsir yang meditatif. Sedang sajak-sajak Willy memungkinkan bergulat langsung di dalam realitas itu.
Di luar kisah perlawanan, novel ini juga memberikan gambaran bagaimana sebuah cinta diperjuangkan baik oleh Jarusan maupun Ijah. Itulah barangkali yang menyebabkan mereka memulai hidup baru meninggalkan Tambaklorok menuju kampung baru, Kali Klidang. Bagaimanapun Ijah telah dikenal sebagai perempuan amoral, bukan perempuan baik-baik. Hanya cinta yang teguh dan jiwa yang tertempa selama dalam per…