PERPUSTAKAAN INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO

NPP: 5307042F0000001 | Diligite Lumen Sapientiae

  • Beranda
  • Informasi
  • Berita
  • Bantuan
  • Visitor
  • Pustakawan
  • Area Anggota
  • Pilih Bahasa :
    Bahasa Arab Bahasa Bengal Bahasa Brazil Portugis Bahasa Inggris Bahasa Spanyol Bahasa Jerman Bahasa Indonesia Bahasa Jepang Bahasa Melayu Bahasa Persia Bahasa Rusia Bahasa Thailand Bahasa Turki Bahasa Urdu

Pencarian berdasarkan :

SEMUA Pengarang Subjek ISBN/ISSN Pencarian Spesifik

Pencarian terakhir:

{{tmpObj[k].text}}
Image of Siau Ling: Drama Musik Kemempelaian Budaya
Penanda Bagikan

Text

Siau Ling: Drama Musik Kemempelaian Budaya

SYLADO, Remy - Nama Orang;

Katakan Lay Kun dirimu siapa
Apa kau dari bintang angkasa
Atau jelmaan para dewata
Namamu terukir dalam atma

Lay Kun, Lay Kun, Jelita dari Utara
Hatimu bakal berlabuh pada siapa
Bila besok hari datang kumbang dua
Membawa persembahan segudang cinta

Menurut imajinasi penulisnya, salah seorang adipati Tuban pada abad ke-15 bernama Wilotikto. Nama itu mengingatkan kita pada ibukota kerajaan Majapahit, Wilwatikta. Tapi, kono Wilotikto berasal dari Oei Lo Tik. Adipati ini terkenal senang kawin. Meskipun punya 50 orang istri namun belum mendapatkan seorang anak pun. Bisa ditafsirkan, mungkin Adipati Wilotikto ini adalah “orang kasim” yang dikirm kaisar untuk menjadi konsulnya. Tetapi entah bagaimana, sebetulnya seorang di antara 50 orang istrinya itu ada juga yang melahirkan. Renggoning namanya, dengan putra bernama Samik atau Santang.

Dikisahkan, Semarang 500 tahun yang lalu, Samik datang dari Tuban dan bernyanyi semerdu hatinya untuk menarik perhatian Lay Kun, putri tunggal keluarga Tan Kim Seng. Lay Kun sebetulnya menaruh perhatian juga pada Samik. Namun, ayahnya tidak bisa menerima sehingga Samik babak-belur dihajar oleh Tan Kim Seng. Dalam kisah ini, Tan Kim Seng adalah ahli obat-obatan tradisional yang datang ke Jawa bersama rombongan Panglima Ceng Ho.

Tan Kim Seng tidak mungkin menerima Samik karena sudah berjanji akan menerima lamaran Adipati Wilotikto. Bandot tua berumur 71 tahun ituberjanji akan menceraikan semua istrinya bila mendapatkan yang ke-51. Sebenarnya, kedatangan Samik pada Lay Kun karena ditugaskan oleh ibunya, Renggoning, untuk merebut cintanya Lay Kun sehingga Renggoning tidak sampai menjanda.

Ketika hari yang dinanti tiba, Adipati Wilotikto beserta rombongan besar dari Tuban melamar Lay Kun di Semarang. Namun gadis itu terguncang jiwanya dan pingsan. Adipati menyangka Lay Kun pingsan saking terlalu bahagia. Kenyataannya, Lay Kun hanya dapat disembuhkan oleh suara seruling yang ditiup Samik, yang datang menyamar sebagai Santang, pemain seruling dari Pasundan. Saying, upaya Santang akhirnya terbongkar juga ketika sedang bercinta dengan Lay Kun. Santang dihukum keras dihadapan Adipati Wilotikto.

Pertumpahan darah tak terhindarkan. Adipati menikam Samik. Renggoning, ibunya Samik murka dan menikam Adipati. Adipati yang sama sekali tidak merasa punya anak dan tidak tahu bahwa ia telah membunuh anaknya sendiri. Semua pengawal Wilotikto ikut melampiaskan kekesalannya pada Wilotikto yang terlanjur jadi smbol kerakusan dan kezaliman dalam kekuasaan.

Membaca Siau Ling berarti mengajak kita untuk menelusuri kembali sejarah yang melatarbelakangi peristiwa-peristiwa hari ini. Berlatar belakang abad ke-15, buku ini bercerita tentang cinta sepasang anak manusia yang kandas karena tingkah laku penguasa yang sewenang-wenang. Siau Ling sendiri bukanlah nama pemeran utama dalam buku ini,. Secara morfologi, siau ling adalah kata asli Bahasa Cina yang diseap oleh Bahasa Melayu, seringkali ditambahkan –er, jadi seruling.

Walaupun Siau Ling mengambil latar belakang tahun 1414 dan mengaitkan dengan sejarah, seluruh kisah didalamnya imajinatif. Melalui buku ini, pembaca diajak lebih mengenal sejarah kerajaan di Jawa, terutama Kerajaan Majapahit. Lalu, masuknya “kaum pendatang” ke Pulau Jawa hingga akulturasi budaya antara masyarakat Jawa dengan etnis pendatang Tionghoa. Beberapa catatan sejarah didalamnya bisa dijadikan sebagai rujukan tentang asal-muasal hubungan Nusantara dan Tongkok serta sejarah kedatangan kaum Tionghoa yang tersebar di Pantai Utara, terutama Semarang dan Tuban.

Siau Ling lahir dalam periode yang sangat memprihatinkan (tahun 2000-2001). Indonesia sedang mengalami masa-masa penyadaran yang luar biasa. Masyarakat Indonesia seolah berada dalam situasi tidak berdaya, terhimpit dalam masalah politik, ekonomi, dan kebudayaan. Masyarakat berada dalam tatanan yang acak. Mirip dengan situasi abad ke-15 dan 17 dimana setelah runtuhnya Kerajaan-kerajaan besar, muncul raja-raja kecil yang menunggu masuknya penguasa kolonial. Begitupun Indonesia dengan Otonomi Daerahnya yang semakin menegaskan keberadaan penguasa-penguasa daerah.

Dalam konteks kekinian, Siau Ling mengajarkan pada kita agar setiap pemimpin senantiasa mengayomi rakyatnya. Pemimpin harus rendah hati dan membela kebenaran, termasuk diberi tahu bila sewaktu-waktu ia telah melahirkan ‘anak haram’. Kita tidak dilatih untuk tidak bersandar pada idola-idola karena pada taraf imajinasinya, Remy Sylado tidak memberi kita seorang pun pahlawan.

Melihat kembali pada judul sebagai “drama musik kemempelaian budaya” kita diajak melihat bagaimana para penghuni Nusantara menekankan keasliannya agar tidak dijarah dan menggarisbawahi toleransinya dengan para pendatang. Ini bisa disebut sebagai “pembaruan” yang luar biasa. Persaingan dan pertikaian tidak didasarkan kepada perbedaan keturunan, warna kulit, dan agama. Justru, malah karena perebutan kepentingan, untuk mendapatkan keuntungan secara politis atau pun secara ekonomi.


Ketersediaan
#
PERPUSTAKAAN KAMPUS 1 812 SYL s C-1
1033263201
Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak Dipinjamkan
Informasi Detail
Judul Seri
-
No. Panggil
812 SYL s
Penerbit
Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)., 2001
Deskripsi Fisik
xv + 136 hlm.; 19 cm.
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
979-9023-47-5
Klasifikasi
812
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
Cetakan ke-1
Subjek
-
Info Detail Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab
Remy Sylado
Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain

Lampiran Berkas
Tidak Ada Data
Komentar

Anda harus masuk sebelum memberikan komentar

PERPUSTAKAAN INSTITUT FILSAFAT DAN TEKNOLOGI KREATIF LEDALERO
  • Login Pustakawan
  • Informasi
  • Layanan
  • Pustakawan
  • Area Anggota
Visitor Perpustakaan IFTK Ledalero Flag Counter

Tentang Kami

Perpustakaan Ledalero merupakan salah satu unit kerja dalam lingkup Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero yang bertugas untuk menyediakan pelbagai jenis koleksi dalam rangka mendukung kegiatan perkuliahan di IFTK Ledalero.Perpustakaan Ledalero didirikan oleh Pater Adrian Vlooswijk, SVD pada tanggal 20 Mei 1937. Nama Perpustakaan Ledalero, diambil dari nama Perpustakaan Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero. Pemilik Perpustakaan ini ialah Seminari Tinggi Santo Paulus, Ledalero. Seminari Tinggi ini adalah Lembaga Pendidikan Calon Imam Pribumi dan dikelolah oleh Tarekat Societas Verbi Divini (SVD), atau Serikat Sabda Allah, sebuah Tarekat misioner internasional. Sejak berdirinya Seminari Tinggi ini pada tahun 1937, Perpustakaan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari karya pendidikan calon imam di Seminari Tinggi ini yang sesungguhnya merupakan satu Pendidikan Perguruan Tinggi.

Cari

masukkan satu atau lebih kata kunci dari judul, pengarang, atau subjek

Donasi untuk SLiMS Kontribusi untuk SLiMS?

© 2025 — Senayan Developer Community & TIM IT IFTK LEDALERO

Ditenagai oleh SLiMS & Criswanto Tapo
Pilih subjek yang menarik bagi Anda
  • Karya Umum
  • Filsafat
  • Agama
  • Ilmu-ilmu Sosial
  • Bahasa
  • Ilmu-ilmu Murni
  • Ilmu-ilmu Terapan
  • Kesenian, Hiburan, dan Olahraga
  • Kesusastraan
  • Geografi dan Sejarah
Icons made by Freepik from www.flaticon.com
Pencarian Spesifik
Kemana ingin Anda bagikan?